June 17, 2010

Dondong Opo Salak

Keponakan saya, 9 bulan usianya, sedang senang-senangnya berceloteh. Belajar bicara, mungkin. Belum banyak koleksi kata yang dia punya. Masih seputar kata-kata acak yang cuma  dimengerti oleh Mama, Eyang Uti-nya. Saya sendiri kurang pengalaman dalam hal memahami kata-kata aneh yang terlontar dari lisan bayi berusia 9 bulan, yang hanya dibangun dari huruf vokal saja atau konsonan-vokal yang diulang-ulang. Tapi selalu saja ada kegelian setiap dia mulai mengucapkan kata baru. Minggu-minggu ini kata yang sedang populer darinya adalah : "Apppa!" dan "Paapaa...".   

Satu lagi keahliannya sekarang. Merebut ponsel saya, menjamahi keypad-nya, lalu 5 detik kemudian, seonggok ponsel sudah tergeletak di lantai. 
Begitulah, kalau dulu orientasinya adalah melahap semua barang di tangan, sekarang sedikit berbeda : 'Jika ada barang di tangan, boleh kita menumpang lempar', begitu mungkin pepatah pertama yang ia ciptakan sendiri. Saya merupakan satu-satunya anggota keluarga yang menentang perbuatan tak senonoh ini. Ponsel saya adalah barang mulia, dia (red : ponsel) juga adalah pemudi labil. Saya khawatir kalau pelemparan ini dilakukan terus-menerus, dia menjadi sensitif, merasa tak berguna, lalu bunuh diri.

Sementara Mama, berpendapat bahwa ini harus dialihkan. Sebelum semua keramik kesayangannya habis dilempari oleh cucu kesayangan pula. Keramik dan cucu memang agak susah untuk dipilih, menurut mama. Ide brilian kemudian muncul. Kami harus menyalurkan keaktifan tangan-tangan mungilnya ke dalam bentuk kegiatan lain, bukan melulu pelemparan berencana. 

Ada beberapa opsi, Mama mencontohkan bagaimana bertepuk tangan dan berkecipak di kubangan air sabun, Ayah mengenalkan bagaimana ber-dadah dengan manis, memastikan cucunya tidak melambaikan tangan seperti Miss Universe atau Tessa Kaunang, Mama-Papa-nya mengajak dia bermain bola bersama, dan saya, mengajaknya berpelukan lalu saling menepuk punggung. Dia nampaknya belum bisa, yang ada malah rambut saya rontok dijambaki dan dia bangga, cekikikan.

Sejauh ini, bertepuk tangan, berkecipak dengan air, dan ber-dadah mampu dia amalkan dengan baik. Khusus pelajaran tepuk tangan, kami harus rajin memberi umpan berupa nyanyian. Bermacam lagu dikaitkan sebagai umpan, bahkan saya pernah memperdengarkan lagu Semut-Semut Kecil ala Mellisa, dengan lirik sedikit ngawur, kecampur dengan lirik Kisah Kasih di Sekolah milik Obbie Mesakh.  Sekarang ini, ada satu lagu yang sedang menjuarai tracklist rumah, judulnya Dondong Opo Salak. Saya mencoba sertakan liriknya disini karena sumpah ini lagu damai sekali. Bahkan saya yang notabene sudah tak bayi lagi mampu  menangkap rasa nyaman, aman, tenang dan bahagia saat Mama mulai bernyanyi sambil menepuki paha cucunya. Liriknya dibahasakan dalam bahasa jawa kromo. Ini versi Mama, semoga tidak ada yang salah :

"Dondong opo salak
duku cilik cilik
ngandong opo mbecak
mlaku thimik-thimik"

"Icul nderek Uti
tindak menyang pasar
ora pareng rewel
ora pareng nakal"

"Mengko Uti mesti
mundhut oleh-oleh
kacang karo roti
Icul diparingi"

Sungguh sederhana dan menentramkan. Keponakan saya, Mohammad Dzulfikar Habibie a.k.a Izoel a.k.a Icul spontan bertepuk tangan gembira sambil berceloteh riang. Saya, pelan-pelan mengantuk dan merasa sedang terbang ke negeri dongeng :)

Seharusnya, pentas idola cilik mewajibkan lagu-lagu semacam ini. Bukan malah Diantara Kalian-nya D'Masiv atau Pelan-Pelan Saja-nya Kotak.

14 comments:

  1. hihi....bahasamu emang selalu spektakuler...
    btw kau benar, cin...
    indonesia udah miskin lagu anak2..
    gk ada penerusnya papa t.bob atau mamo agil lagi po ya? :-(

    ReplyDelete
  2. Nice...
    climb above, nduk...
    diksinya bagus, alurnya mulus, menggelitik...
    semoga bs lebih matang...

    ReplyDelete
  3. Kan anak2 ada masanya...masa untuk mukul, masa untuk teriak2, masa untuk lempar2..

    Sepengalaman aku nih mengasuh bermacam2 jenis ponakan...dgn memberitahu bhw itu ga bagus mereka akan paham. dicoba deh...tangannya klo lempar2 distrap ga blh gerak..
    it's work with my nephew.

    Bahkan dr bayi diajariin klo HP ga blh dilempar..yg dilempar bola...hehehehe...

    met mencoba!!!

    ReplyDelete
  4. Mbak TT, akhirnya mereka dewasa sblm waktunya. Kalo kita, dewasanya kelamaan, haha! *sok muda*

    RAY, thank you, behave, there... :)

    Mbak Mir, iya mbak, lagi hobi melempar dia. ntar aku coba deh tips dr mbak, semoga bs berhasil ^^v

    ReplyDelete
  5. tadi kupikir anaknya *ngakak*
    ngakak aku baca postinganmu. lucu bener sih :))

    tp orangtuanya hebat. biar gak suka lempar barang bukannya dilarang ini itu, melainkan diajak melakukan kegiatan lain yang lebih menyenangkan dan "aman"

    ReplyDelete
  6. bukaaaann mbak, ini anaknya kakakku :D *panikmodeon*

    iya ni, sejauh ini semua terasa menyenangkan, kecuali adegan melempar hape, haha!

    senang bs membuat mbak Lea tertawa :)

    ReplyDelete
  7. lucunyaaaaa....eh kirain anaknya mbak ;))

    ReplyDelete
  8. Lucu, seperti tantenya :D *beli balon sponge bob*

    ReplyDelete
  9. Tahun depan tak kasi keponakan deh mbak. Kapan2 maino ke rumahku, biar si dedek puas nglempar HPmu, hehehe... Ikut berbahagia buat si tante.

    ReplyDelete
  10. wadaw! ada yg sdh ngebet aktivasi produksi, kyknya?
    sudah boleh kah sama KUAnya? kamu malsu umur ya? :D

    Thank you, adek kecil, semoga kita bisa segera jumpa :)

    ReplyDelete
  11. postinganmu membuat aku teringat waktu adikku yang cowo masih bayi, setiap susu di botolnya habis, botolnya pasti sudah melayang kemana-mana. hehehehe, sekarang umurnya sudah 23 tahun.

    ReplyDelete
  12. pasti botol susunya ndak ada yg bisa awet ya mbak? Eh, trus sekarang msh suka ngelempar-lempar kah? :P

    ReplyDelete
  13. dikasi tongkat aja ama puck. gedean dikit ajarin lari2 bawa ke gawang. kalo motoriknya udah koordinatif, bawa ke tante frozzy. gwa yakin dia masih bisa kok ilmu hockey dikit2 pun.

    ReplyDelete
  14. hihi, boleh juga mbak Pito :D
    ditampung sarannya, semoga tante Frozzy sudi ngajarin ya?

    ReplyDelete