May 14, 2013

Melambatkan Waktu di Sembalun

Kadang, sebagai manusia, kita ingin waktu dapat melambat. Sedikit saja. Keinginan itu niscaya akan menguat ketika dua orang manusia telah menjadi pasangan. Lebih kuat pangkat dua saat pasangan itu telah memiliki keturunan.

Ya, setidaknya, itu terjadi pada kami. Kesibukan saya dan suami, serta keriuhan putra kami yang sedang menikmati tahap pertumbuhan, sukses melahap habis waktu luang kami sebagai suami istri. Hingga di tengah hiruk-pikuk kami setiap hari, saya sering berdoa, semoga suatu saat ada hari dimana waktu sudi melambatkan diri.

Akhir pekan lalu, doa saya yang mungkin juga menjadi doa suami, terkabul sudah. Kami berdua berkesempatan mengunjungi Sembalun, Lombok Timur. Altair sengaja tidak ikut serta. Di samping kondisinya yang baru saja pulih dari sakit, rute perjalanan yang ekstrim, kami memang sedikit mengambil keputusan egois ini demi sebuah judul : 'Waktu Berdua yang Lambat'.

Altair bukanlah sebab. Kami sekadar butuh ruangan untuk menangkap oksigen ekstra, perlahan. Jauh dari ketergesaan, di antara proses belajar kami menjadi orang tua.

View perbukitan Rinjani
Dan disinilah kami, akhir pekan lalu; Sembalun, desa yang pasrah terbentang di lembah Rinjani. Udara dingin dan bersih, kecantikan, dan tradisionalitas masyarakatnya membantu mengurai benang kusut di otak kami. Sembalun membelai jiwa kami yang kelelahan. Sembalun mengajari kami untuk kembali bersyukur, sekalipun terhadap hal paling sederhana.

View pagi hari di penginapan

Saya sempat tersenyum dalam hati, karena di desa ini, waktu sedang murah. Saya habiskan waktu dengan duduk santai di kursi rotan teras penginapan, meletakkan kepala di bahu suami, menyantap kudapan, dan memandangi perbukitan Rinjani yang seksi. Suami sempat mencandai saya : "Kita ini kayak kakek-nenek yang sudah punya cucu 10 orang saja ya, Umi?". Entahlah, kalau saja saya ini truk pengangkut pasir, di Sembalun saya merasa tangki bahan bakar saya terisi penuh. 

View dari Penginapan, Bale Geleng, dan Jalan menuju Sembalun Lawang
Ada banyak gambar yang diambil Suami melalui kamera digital kami. Beberapa diantaranya saya sertakan disini sebagai informasi visual bagi kawan-kawan yang gemar melakukan perjalanan liburan. Perjalanan hanya ditempuh kurang lebih selama 3,5 jam dari Mataram. Gambar terakhir di pojok kanan atas adalah Bale Geleng. Bangunan tradisional ini berfungsi ganda, sebagai ruang bersantai di bawah, juga sebagai ruang tidur di atas.

Jadi, selamat merencanakan liburan ke Sembalun, ya. Semoga para jiwa yang lelah dapat 'mandi' kemudian kembali cerah :)

6 comments:

  1. wow, nampaknya begitu sejukkkk di mata juga di hati....pingin kesana...

    ReplyDelete
  2. monggoh, Bu..., sekalian hanimun mungkin? :)

    ReplyDelete
  3. selamat menikmati sembalun buk,,,,,, my home....

    ReplyDelete
  4. Indah sekali put. Suamimu orang mataram ya>

    ReplyDelete
  5. halo mas syauqi,
    Benar Mas, suamiku kelahiran mataram. Monggoh pinarak ke tempat kami mas :)

    ReplyDelete
  6. Halo, menarik banget post dan fotonya. Boleh tau waktu itu sewa bale geleng lewat mana ya? Saya lg nyari penginapan di sembalun juga dan minat utk menginap di bale geleng

    ReplyDelete