April 24, 2010

Mimpi

Salah satu siswa saya sangat ingin mempunyai pabrik tahu, suatu hari nanti.

Dia putra asli Kediri. Ini tidak terlalu mengherankan karena memang kota Kediri setahu saya telah dipenuhi oleh produsen tahu dan aneka olahannya, sejak dulu. Mimpi untuk menjadi bos tahu yang menguasai antero Indonesia atau bahkan Asia dia kemukakan pada saya dan teman-teman sekelasnya dengan senyum penuh kebanggaan.

"Ingin punya dua puluh orang karyawan, Bu," jawabnya cepat ketika saya mengejar detail rencana si Bos Tahu ini. Walaupun saya juga belum bisa membayangkan, kira-kira model pabrik tahu seperti apa yang digawangi oleh dua puluh karyawan. Mungkin dia juga menciptakan beberapa robot pengaduk dan pemeras ampas kedelai untuk meminimalkan tenaga manusia? mungkin saja. Perusahaannya pasti akan segera menjadi pabrik tahu high-tech pertama di Indonesia. Saya tak mampu berhenti tersenyum mendengarkan setiap inci kalimatnya.

Impian siswa saya lainnya, justru lebih ekstrem.

"Saya ingin nikah sama Gita Gutawa, Bu," seisi kelas spontan meledakkan tawa liar begitu kata terakhir selesai. Wow, Gita Gutawa! Saya harus segera berdoa semoga Om Erwin tabah mendengar pengakuan ini.

Saya bisa melihat anak ini juga tertawa hingga deretan gigi seri putihnya terekam jelas di otak saya, sampai sekarang. Kontras sekali dengan kulit wajah yang sepertinya tidak terlalu coklat. Ia mengingatkan saya pada Boas Salosa, pemain Tim Nasional Indonesia favorit kawan-kawan kampus dulu, selalu terlihat eksotis dengan butir-butir peluh bercucuran, menghasilkan kilau-kilau misterius di tubuhnya. Si Mirip Boas ini ikut tertawa riang bersama teman-temannya. Tawa kelegaan, tawa harapan, tawa siap berjuang untuk sepotong impian.

Penasaran dengan keseriusan niatnya, saya terus merangkai pertanyaan mengenai hal apa saja yang sekiranya dapat dia lakukan untuk mendukung jalan menuju pernikahan dengan nona Gita Gutawa. Saya memang bersepakat pada semua siswa untuk terus bermimpi, seliar apapun, seaneh dan setinggi mimpi siapapun, sebeda-bedanya mimpi. Tapi menikah dengan Gita, bukan ajaran sekte saya. Anak ini harus diluruskan.

"Saya akan jadi pengusaha, Bu," dia meyakinkan saya untuk tetap merestui hasratnya menikahi Gita.

"Pengusaha apa?" saya balik menguji

"Pengusaha Gado-Gado, Bu. Ibu saya di rumah pandai membuat Gado-Gado"

Dia bahkan tidak sadar, muka semua temannya sudah merah menahan geli. Saya menepuk pundaknya dua kali, berbisik dalam hati bahwa setiap orang sangat berhak menanam lalu menumbuhkan mimpinya, termasuk dia dan Gado-Gado. Semoga hatinya mendengar hati saya, membawa aroma kesuksesan untuk Gado-Gado dan Gita Gutawa


"Saya ingin main di MU, Bu. Pakai nomor punggung 7. Jadi playmaker," salah satu siswa juara bandel saya dengan lancar memaparkan mimpinya.

Dia cerdas, saya sungguh bisa merasakannya. Tapi entah mengapa, sedikit hawa keseriusan dan penampakan angka-angka membuat dia seolah diracuni obat tidur dosis tinggi. Leher dan kepala tak pernah bisa tersangga dengan baik. Konsentrasinya mati. Saya hanya mampu terhubung dengannya lewat sesuatu yang dia sukai. Sepak bola.

"Kalau kamu serius, lakukan sesuatu yang bisa membawa kamu kesana. MU tidak akan pernah menerima player yang tidak bisa menegakkan kepala, ya kan?" pembicaraan saya tutup dengan menambahkan senyuman paling bersahabat.

"Tinggalkan semua yang tidak menuju MU, Oke?" mata kami bertemu, dia nampak mulai mengerti sesuatu.

Lusanya, saya tidak lagi mendapati dia di kelas. Sekian minggu, dia tetap alpa. Sebulan kemudian, pihak sekolah akhirnya mengkonfirmasi, si MU wannabe didepak dari sekolah karena frekuensi ketidakhadiran telah melebihi batas toleransi.

Baiklah, semoga Tuhan memaafkan saya.

Berbagi mimpi, sering kami lakukan di kelas sewaktu otak saya dan para siswa sudah terlalu penuh dengan segala macam kerikuhan pelajaran. Saya juga memiliki jeda waktu, mencari alternatif cara penjelasan yang dapat lebih diterima. Mereka terlihat amat terhibur dengan saling mendengar dan mencerna mimpi. Menggoda habis mereka yang sangat susah membahasakan mimpi di hatinya menjadi isyarat verbal. Ini jauh lebih baik, menurut saya, daripada harus menebar angkara setiap kali mereka terlanjur mencapai titik kulminasi konsentrasi.

Ah, saya memang bukan pengajar yang memiliki seribu teknik pemecah es kejenuhan. Ini hanya satu  diantara sedikit jalan pintas saya 'mencurangi' diri sendiri yang sedang putus asa dan mereka yang putus asa melihat gurunya putus asa.

Membangkitkan mimpi saya anggap  seperti membangkitkan api, mentransformasi ketidaktahuan menjadi keingintahuan, menerangi kegamangan dengan sorot lampu harapan. Mimpi yang kerap diverbalkan, bagai menyihir tuannya untuk tetap bertahan dan tersenyum lebar pada kehidupan.

"Kalau Bu Putri, mimpinya apa, Bu?" mereka membalas saya dengan pertanyaan sama.

"Saya selalu bermimpi, kalian semua berhasil mewujudkan mimpi-mimpi kalian," jawab saya sembari menyambar spidol hitam lalu melanjutkan kembali sisa materi yang tertunda tadi.

Sedikit menggombal memang, tapi setidaknya itu tidak salah. Begitulah mimpi saya. Salah satu mimpi terbesar saya, bersanding dengan mimpi-mimpi besar lain yang tak bosan saya lagukan setiap malam, setiap kantuk mulai datang. Tepat sebelum pejam membungkus mantra mimpi itu, untuk diterbangkan ke kerajaan semesta.

Mimpi saya adalah saya, kamu, kita, dan kalian.

Selamat menyambut hari Minggu, semoga malam ini, semua mimpi sudah tertiup jauh sampai kesana, lalu kita jumpai sebagai nyata, esok pagi.
 

8 comments:

  1. Jadi inget cita-cita muridnya temen: ingin jadi pengantar semen; lalu cita2 ponakan: ingin menjadi seorang chef...
    Bermacam mimpi, bangun & wujudkan mimpi itu..

    Nice post mb..
    Salam kenal..
    Dikenalin cepe (c. prima) ni..

    ReplyDelete
  2. maturnuwun,
    mbak Yustha...
    Semoga bermanfaat dan bisa menghibur :)

    senang sudah dkunjungi sama mbak, hehe!

    bagi2 ilmunya ya, mbak...
    salam sailormoon :D

    ReplyDelete
  3. mimpi-mimpi menjadi lebih baik jika disertai dengan dukungan dan perbuatan nyata ...
    we are not "alice in wonderland" ...
    nice Job put
    :))

    ReplyDelete
  4. oni?
    mari bermimpi, sambil terjaga, lalu terwujud semuanya :D

    makasih, sayaaaaannnggg....!!!

    ReplyDelete
  5. Assalamualaikum...
    Bu putri...
    ga nyangka,,,

    ReplyDelete
  6. gak nyangka gimana? :D
    Selamat Prakerin ya! ndak boleh mutungan kalo di tempat orang :P

    ReplyDelete
  7. mudah"an neneng tambah baik yah bu....

    ReplyDelete
  8. jadi kangen sama Bu Puteri,,,
    saat ibu ngajar di depan kelas,,,
    semoga kelak kita bertemulagi Bu

    ReplyDelete